Puasa merupakan salah satu tatalaksana persiapan pembedahan yang telah dilaksanakan sejak lama. Melakukan prosedur puasa yang lama sebagai persiapan pembedahan telah terbukti mengakibatkan dampak buruk pasca bedah. Pada kenyataannya, hingga saat ini masih banyak dilakukan prosedur puasa prabedah yang cukup lama, bahkan mencapai 12-14 jam. Kasus pembedahan telah menyebakan stres dengan akibat hipermetabolisme. Dengan dilakukannya prosedur puasa prabedah yang lama akan menambah berat respon metabolik yang timbul. Prosedur yang direkomendasikan sejak tahun 1999 oleh CAS (The Canadian Anaesthetists’ Society) dan ASA (American Society of Anesthesiologists) yaitu pemberian minum cairan jernih (clear fluid) 2 jam prabedah, makanan ringan (light meal) 6 jam prabedah. Rekomendasi ini sebenarnya telah dimulai di Kanada (1988) dan Norwegia (1994).
Organisasi profesi Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI), 2007, memberikan pedoman puasa prabedah yaitu pasien dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam prabedah, dari minum susu 6 jam prabedah, dan minum air jernih 3 jam prabedah. Rekomendasi bagi pasien anak seperti pada tabel di bawah.
Tabel Pedoman tatalaksana nutrisi prabedah anak IDSAI, 2007
Umur
|
Susu/makanan padat
|
Air jernih
|
< 6 bulan
|
4 jam
|
2 jam
|
6 - 36 bulan
|
6 jam
|
3 jam
|
> 36 bulan
|
8 jam
|
3 jam
|
Sejarah puasa pra bedah yang lama
Ide melakukan puasa lama pada pasien prabedah bermula dari penelitian Mendelson pada tahun 1946 yang melaporkan hubungan antara makan dan aspirasi selama persalinan. Diikuti hasil penelitian Roberts dan Shirley (1977) yang menghubungkan asam lambung dengan risiko aspirasi yang tinggi. Rekomendasi tersebut mengakibatkan perubahan prosedur tatalaksana pra bedah yang sebelumnya tidak menganut puasa pra bedah yang lama.
Aspirasi adalah hal yang dikhawatirkan terjadi pada pasien yang tidak menjalankan prosedur puasa sebelumnya. Hal ini dibantah oleh penelitian Warner dkk. (1993), yang membuktikan insidens aspirasi pasien bedah elektif sangat rendah, yaitu 1:10.000 serta tidak dijumpai kematian pada >200.000 kasus. Penelitian Olsson dkk. (1986) memberikan hasil yang sama yaitu insidens aspirasi hanya dijumpai 1:12.131 dan mortalitas 1:46.340. Penelitian
Risiko aspirasi
Aspirasi selalu dihubungkan dengan inhalasi isi lambung ke dalam percabangan trakeobronkial. Diharapkan dengan lambung yang ”kosong” tidak menimbulkan risiko regurgitasi. Pada kenyataannya lambung tidak pernah benar-benar kosong karena sekresi cairan lambung berlangsung terus menerus mencapai 2500 mL/hari. dengan jumlah minimal atau disebut lambung kosong pada jumlah 80 mL.
Tujuan melakukan puasa prabedah adalah menurunkan volume lambung seminimal mungkin, tetapi dari banyak penelitian didapatkan hal yang tidak mendukung teori tersebut. Pada tabel dapat dilihat hasil penelitian yang menyatakan volume cairan residu lambung pasien tidak berbeda antara puasa sejak malam sebelum pembedahan dibandingkan dengan setelah mengonsumsi roti dan teh/kopi 2-4 jam prabedah.
Minum pada hari pembedahan
|
Puasa sejak malam sebelum pembedahan
|
|||||
Tahun
|
Peneliti
|
Asupan oral
|
Rata-rata puasa
|
Volume cairan residu lambung (mL)
|
Rata-rata puasa
|
Volume cairan residu lambung (mL)
|
1983
|
Miller et al (Ingrris)
|
roti dan the/kopi
|
31/4 jam
|
11 (0-43)
|
9 jam
|
9 (0-42)
|
1986
|
Maltby et al (Kanada)
|
air 150ml
|
21/2 jam
|
18 (0-56)
|
161/2 jam
|
27 (0-80)
|
1987
|
Sutherland et al (Kanada)
|
air 150ml
|
21/2 jam
|
21 (0-50)
|
131/2 jam
|
30 (2-75)
|
1988
|
Hutchinson et al (Kanada)
|
kopi/jus 150ml
|
21/2 jam
|
24 (0-96)
|
141/2 jam
|
23 (0-75)
|
1988
|
McGrady et al (Inggris)
|
air 100ml
|
2 jam
|
17 (4-52)
|
12 jam
|
35 (0-58)
|
1989
|
Agarwal et al (India)
|
air150ml
|
21/2 jam
|
21 (0-50)
|
12 jam
|
30 (0-75)
|
1989
|
Scarr et al (Kanada)
|
kopi/jus150ml
|
2-3 jam
|
25 (0-90)
|
>8 jam
|
26 (0-120)
|
1991
|
Maltby et al (Kanada)
|
kopi/jus tidak dibatasi
|
2-3 jam
|
22 (3-70)
|
>8 jam
|
25 (0-107)
|
1991
|
Ross et al (AS)
|
air 225ml
|
1/2 jam
|
21 ± 18
|
>8 jam
|
30 ± 2
|
1991
|
Mahiou et al (Prancis)
|
cairan jernih 1000ml
|
2 jam
|
38 ± 18
|
11 jam
|
35 ± 15
|
1993
|
Lam et al (Hong Kong)
|
air 150ml
|
2-3 jam
|
26 (3-66)
|
111/2 jam
|
22 (1-78)
|
1993
|
Phillips et al (Inggris)
|
cairan jernih tidak dibatasi
|
21/4 jam
|
21 (0-80)
|
13 jam
|
19 (0-63)
|
1993
|
Søreide et al (Norwegia)
|
air 300-450ml
|
11/2 jam
|
23 ± 20
|
13 jam
|
31 ± 30
|
Dampak puasa lama pra bedah
Puasa prabedah semakin lama, berakibat sensitivitas insulin semakin rendah, yang berarti resistensi insulin meningkat, manifestasi yang timbul adalah hiperglisemia. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Nygren dkk. (1998). Resistensi insulin yang terjadi pada keadaan pascabedah tersebut menyerupai keadaan yang terjadi pada diabetes tipe II. Kadar gula darah yang tinggi tersebut merupakan faktor risiko terjadinya komplikasi inflamasi, yang berujung memperlambat kesembuhan pascabedah.
Minuman kaya karbohidrat (carbohydrate–rich beverage) yang diberikan prabedah terbukti mencegah imundepresi akibat pembedahan, yang selanjutnya menurunkan risiko komplikasi infeksi. Penelitian dengan memberikan minuman kaya karbohidrat dilakukan Melis dkk. (2006). Pasien diberikan minuman yang mengandung glukosa, fruktosa, maltosa, polisakarida, asam organik dan elektrolit pada 4 jam prabedah. Status imundepresi dinilai dengan mengukur kadar ekspresi human leukocyte antigen (HLA)-DR pada monosit. Ekspresi HLA-DR merupakan parameter yang baik bagi fungsi imun seluler, karena molekul HLA-DR sangat diperlukan bagi presentasi antigen. Penurunan ekspresi HLA-DR berhubungan erat dengan risiko infeki pascabedah dan trauma. Hasil penelitian tersebut ekspresi HLA-DR pascabedah menurun signifikan pada kelompok yang dipuasakan.
Penelitian lain yang memberikan karbohidrat oral prabedah juga dilakukan oleh Soop dkk. (2001) Pada penelitian tersebut subyek penelitian yaitu pasien prabedah elektif total hip replacement dengan pembiusan epidural yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan mendapat minuman mengandung karbohidrat (12,5 g/100 mL karbohidrat, 12% monosakarida, 12% disakarida dan 76% polisakarida, 285 mosmol/kg), dan kelompok kontrol mendapatkan minuman plasebo (mengandung asesulfam-K, 0,64 g/100 mL sitrat, 107 mosmol/kg). Minuman diberikan sebanyak 800 mL dengan jadual masing-masing 400 mL pada jam 19.00 dan 24.00 malam sebelum hari pembedahan dan 400 mL minuman diberikan kembali pagi hari 2 jam prabedah sebelum dilakukan pembiusan epidural. Makan terakhir diberikan jam 17.00 malam hari sebelum pembedahan. Hasil penelitian yaitu kelompok perlakuan mengalami peningkatan resistensi insulin pascabedah yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol, yaitu 18% pada kelompok perlakuan dan 43% pada kelompok kontrol.
Dampak lain yang timbul yaitu deplesi cadangan glikogen hati sehingga mengakibatkan gangguan fungsi mononuclear phagocytic system (MPS). Mononuclear phagocytic system berperan penting dalam menghambat endotoksin yang masuk melalui translokasi di usus. Puasa prabedah yang lama juga akan menyebabkan keluhan subyektif yang lebih berat meliputi haus, lapar dan gelisah, mual prabedah dan pascabedah, muntah pascabedah (mual-muntah pasca bedah/MMPB) serta kehilangan massa bebas lemak.
Pada penelitian dengan hewan percobaan, subyek yang dipuasakan lama sebelum perlakuan mempunyai luaran jantung (cardiac output) dan sirkulasi darah kulit serta otot lebih buruk secara bermakna, dibandingkan dengan subyek yang tidak dipuasakan. Peneliti yang lain mendapatkan adanya penurunan kekuatan otot akibat puasa lama. Penelitian lain dengan subyek tikus yang dilakukan iskemi/reperfusi menunjukkan peningkatan kadar aspartat aminotransferase (AST), alanin aminotransferase (ALT) dan laktat dehidrogenase (LDH) yang lebih tinggi pada subyek yang dipuasakan dibandingkan dengan subyek yang diberi alanin parenteral. Peningkatan kadar enzym hati tersebut semakin tinggi pada puasa yang semakin lama dilakukan. Parameter lain untuk menilai disfungsi organ pascabedah yaitu dengan mengukur stres oksidatif (MDA/malondialdehyde assessment). Kadar MDA menurun bermakna di paru-paru dan usus halus hewan percobaan yang tidak dipuasakan sebelum pembedahan, sebaliknya meningkat pada hewan percobaan yang dipuasakan.
Kesimpulan
Pada pembedahan yang mengakibatkan stres metabolik berat, pasien akan menggunakan cadangan protein otot untuk proses glukoneogenesis. Akibatnya, tubuh akan kekurangan cadangan nutrien untuk sintesis termasuk juga sintesis sel imun dan sintesis sel untuk penyembuhan luka, sehingga penyembuhan pasien terhambat. Untuk mengurangi respon stres pascabedah dianjurkan menghindari puasa prabedah yaitu dengan memberikan minum cairan jernih (clear fluid) 2 jam prabedah, makanan ringan (light meal) 6 jam prabedah.
Keterangan: clear fluid termasuk air putih, air buah, air gula, minuman tidak berkarbonasi, sup, susu, teh dan kopi
No comments:
Post a Comment