Monday, November 23, 2015

4 Kiat Mencegah Alergi Bayi

Menurut data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC), tercatat angka kejadian alergi meningkat tiga kali lipat sejak 1993-2006. Selain CDC, World Allergy Organization (WAO) juga memberikan data terbarunya di 2011, bahwa prevalensi alergi terus meningkat di angka 30-40 persen populasi dunia.
Alergi yang dikatakan sebagai reaksi tubuh yang berlebihan terhadap benda asing di sekelilingnya, atau yang disebut sebagai alergen terjadi ketika tubuh salah mengartikan zat yang masuk sebagai zat berbahaya. Alergi juga paling banyak ditemukan pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun, terutama bayi berusia di bawah 3 bulan.

Kendati alergi bersifat genentik, menurut Dr. Zakiudin Munasir, SpA(K), pakar alergi-imunologi dari FKUI-RSCM, terlepas dari orang tua tidak memiliki riwayat alergi, bayi tetap memiliki risiko alergi sebesar 5-15 persen. Sedangkan organ tubuh paling sensitif dan kerap mengalami alergi pada anak berusia 0-3 tahun adalah kulit dan pencernaan. Kedua organ masih disusul dengan organ pernapasan yang kerap juga diserang alergi asma.

“Beberapa alergi yang sering menyerang anak adalah asma bronkial, rinititis alergika, urtikaria, konjungtivitis alergika dan dermatitis atopik. Jenis alergi yang terakhir paling umum ditemui pada bayi di bawah tiga bulan, kerap disebut sebagai eksim dan biasanya timbul pada area pipi serta sekitar mulut,” jelas Dr. Zakiudin.

Perhatikan Asupan Makanan
Kendati ada begitu banyak alergen di luar riwayat keluarga (genetik), menurut DR. Dr. Luciana B Sutanto, MS, SpGK, pakar gizi dan dosen dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, alergi juga sangat mungkin muncul dari makanan yang dikonsumsi. Data Poli Alergi-Imunologi Bag. Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM juga menemukan dari uji kulit yang dilakukan pada 69 orang anak penderita asma alergi, 45, 31 persen disebabkan oleh kepiting, 37, 53 persen oleh udang kecil, dan yang cukup mengejutkan, cokelat juga menjadi penyebab asma alergi pada 26, 56 persen anak.

Selain makanan laut, beberapa jenis makanan lain juga kerap menyebabkan alergi. “Telur, susu sapi, kacang-kacangan, kedelai, gandum, dan ikan merupakan jenis makanan yang paling sering menyebabkan alergi,” tutur Dr. Zakiudin. Sependapat dengan Dr. Zakiudin, Dr. Luciana pun menambahkan, “Makanan tersebut tidak dianjurkan diberikan pada bayi dengan usia terlalu muda, karena semakin muda usia bayi atau anak, maka dia akan semakin sensitif terhadap alergi.”

Dokter yang juga merupakan dosen dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran ini berbagi kiat untuk mencegah terjadinya alergi pada bayi.

ASI Eksklusif 6 bulan
“Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mengurangi risiko alergi, karena ASI mengandung protein yang berperan mengurangi risiko alergi,” ujar Dr. Luciana. Kadar alergen dalam ASI 100.000 kali lebih rendah dibandingkan dengan susu formula. Selain itu adanya imunomodulator di dalam ASI juga melindungi saluran cerna bayi dari alergen.

Pengenalan bertahap MPASI
Saat bayi sudah berusia di atas 6 bulan, makanan pendamping ASI (MPASI) sudah mulai diperkenalkan untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisinya. Di sini Dr. Luciana mengingatkan agar ibu tidak hanya fokus pada kandungan gizi MPASI, tetapi juga risiko bayi terkena alergi dari makanan tersebut. “Untuk mengenali apakah bayi alergi terhadap makanan tertentu, dianjurkan sebaiknya MPASI pertama diperkenalkan satu demi satu jenisnya.” Jika sejak awal diberikan MPASI berbagai jenis sekaligus, akan sulit mencari tahu makanan apa yang menyebabkan bayi alergi. Satu hal yang juga penting diperhatikan adalah tepat waktu pemberian MPASI. Mengenalkan MPASI pada bayi berusia 3-4 bulan juga bisa meningkatkan risiko alergi.

Menghindari makanan penyebab alergi
Telur, kacang-kacangan, ikan, kedelai, dan gandum ditengarai merupakan makanan yang kerap menyebabkan alergi. “Sebaiknya tunda pemberian makanan ini pada anak berusia di bawah satu tahun,” ujarnya. Berikan makanan berupa buah-buahan dan sayur untuk mengenalkan MPASI pertama untuk si kecil. Pisang dan bayam kerap menjadi pilihan aman. Untuk Anda yang memberikan ASI selain MPASI, hindari juga makanan olahan yang mengandung jenis bahan makanan tersebut setelah sebelumnya berkonsultasi dengan pakar nutrisi.

Susu formula khusus.
Selain memberi ASI, karena mungkin produksinya kurang, susu formula kerap diberikan untuk memenuhi kecukupan nutrisi anak. Perhatikan baik-baik apakah anak mengalami alergi dari susu formula yang dikonsumsinya. Alergi susu sapi ini termasuk kasus yang sering ditemui dan merisaukan orang tua. Berbagai organisasi dunia seperti US NIAID, EEADI, French Society of Pediatrics, serta American Academy of Pediatrics (AAP) menekankan bahwa bayi yang memiliki risiko tinggi alergi, dapat dicegah dengan pemberian susu formula terhidrolisa. Menurut Dr. Zakiudin, alternatif susu dengan susu hipoalergenik yang terhidrolisa sebagian (hidrolisis parsial), dan susu non-alergenik yang terhidrolisa penuh (hidrolisis ekstensif) memiliki protein whey yang dipecah menjadi partikel yang lebih kecil. Ini akan mengurangi sifat alergenik dari susu sapi.

Parents Indonesia
http://www.parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=babies&id=2136

No comments:

Post a Comment