Friday, February 8, 2013

Pilih Brunch atau Kelaparan Sampai Lunch?


Acara hang out bakal lebih seru kalau dilakukan sambil  nge-brunch. Tapi, jika terlalu sering, kira-kira bisa bikin badan kita cepat melar, nggak yah?

Aktivitas brunch saat ini sedang ‘naik daun mau itu dilakukan di hari libur sambil hang out bareng teman-teman ataupun sebagai kegiatan selingan untuk menunggu jadwal kuliah berikutnya. Sekarang ini juga banyak kafe dan restoran yang menawarkan paket menu brunch yang menggiurkan! Mulai dari menu ala barat seperti omelet, hidangan bergaya oriental semacam dimsum hingga masakan local berupa nasi goreng atau bubur ayam.

Masalahnya, berhubungan kebiasaan brunch ini sebenarnya diadopsi dari kultur penduduk di luar negri, benar nggak sih kalau melakukan brunch itu baik buat tubuh kita-kita? Apakah sering-sering nge-brunch bisa bikin badan kita mudah membengkak? Lalu, bisa atau tidak ya, brunch itu dinikmati untuk menggantikan sarapan ataupun makan siang? Baca artikel ini jika anda tahu jawabannya!

BERAWAL DARI PESTA BERBURU mau tau asal usul brunch? Kalau mau iseng-iseng mengintip kamus Oxford English Dictionary, istilah brunch yang merupakan kombinasi kata breakfast (sarapan), adalah kegiatan yang menggabungkan aktivitas makan pagi dan makan siang di dalam satu waktu. Kegiatan brunch atau bruncheon, yang sudah tercatat dalan sejarah lebih dari 100 tahun yang lalu ini juga dikenal dengan istilah late morning breakfast atau early afternoon mel, yang biasanya dilangsungkan sekitar pukul 10.00 pagi.
Meski banyak di antara kita yang menganggap tradisi brunch dating dari amerika, sebenarnya brunch lebih dulu popular di Inggris, kira-kira pada periode 1890-an. Acara makan-makan ini merupakan bagian dari keseharian masyarakat Inggris yang senang  berkumpul bersama keluarga di akhir pekan untuk berburu. Dalam tradisi pesta berburu ini, tuan rumah menyajikan makanan sebagai kudapan bagi para pemburu sebelum mereka berangkat ke hutan. Setelah para pemburu pulang, brunch dilanjutkan lagi dengan menyajikan menu masakan yang diolah dari hasil buruan yang bisa dibawa pulang.
Seiring perkembangan waktu, tradisi brunch bukan hanya dilakukan pada pesta berburu. Tetapi juga pada setiap hari minggu, ketika pada keluarga di sana meliburkan para pelayan rumahnya. Sebelum meninggalkan rumah, pagi - pagi sekali  sang pelayan sudah menyiapkan hidangan yang tetap lezat disantap dengan keadaan dingin (cold items)  seperti roti, keju, sosis, ham dan lain - lain, di atas meja makan. Hidangan tersebut bisa disantap oleh seluruh anggota keluarga sewaktu-waktu, tanpa mengikuti jadwal makan pagi, siang ataupun malam. Di Amerika brunch baru mulai dikenal pada sekitar tahun 1930-an. Konon untuk pertama kalinya, menu brunch disajikan di restoran pump room di Chicago’s Ambassador Hotel. Berhubung banyak perminatnya, restoran - restoran lain ikut menawarkan menu serupa pada pengunjung. Bagi mereka yang tidak berminat pergi ke restoran, brunch mulai sering diadakan di rumah-rumah dengan menu bervariasi, sesuai selera  masing-masing. Menu yang diminati adalah beraneka olahan telur seperti omelet dan scrasmbled egg, muffin serta pancake. Bagaimana dengan di Indonesia? Meski belum ditemukan catatan mengenal persisnya kegiatan brunch mulai dikenal orang, yang jelas semenjak tahun 1990-an paket menu bruch mulai bisa ditemukan di restoran-restoran hotel berbintang lima. Sekarang, brunch sudah bukan lagi kegiatan eksekutif. Sudah banyak rumah makan biasa di kota-kota yang besar menyajikan menu bruch, terutama dihari libur dan sepanjang akhir pekan, yang  diperuntukkan bagi berbagai kalangan dan seluruh rentang usia. Mulai dari meeting yang dihindari oleh para professional muda, ajang temu kangen sahabat lama, arisan, hang out dengan geng di kampus, sampai acara rekreasi keluarga, semuanya bisa dilakukan sembari menikmati brunch ditempat-tempat makan favorit. 


IDEAL ORANG YANG HOBI BANGUN SIANG
Berhubung sudah menjadi bagian dari gaya hidup, lantas apa betul jadwal makan
Brunch itu sekarang bisa disejajarkan dengan sarapan, makan siang, makan malam? Menurut dr Luciana B. Sutanto,M.S., spesialis gizi klinis yang juga penulis gizi wanita aktif, jika dikaitkan dengan segi waktu brunch itu ideal bagi mereka yang terbiasa bangun siang – misalnya karena bekerja lembur atau terbiasa belajar hingga larut malam, sehingga melewatkan jadwal sarapan.  ‘’Menunggu waktu makan berikutnya yang masih lama untuk mengganjal perut yang kelaparan bisa membuat kita tubuh kita tersiksa. Bukan hanya membuat asam lambung meningkat dan memicu munculnya gejala sakit maag, kemungkinan besar kita juga akan melakukan aksi ‘balas dendam‘ dengan makan dalam jumlah banyak pada saat makan siang. Maka itu, solusi yang paling baik dengan menyantap makanan diantara makan pagi dan siang atau brunch,‘’ lanjut dr Lucy. Misalnya seperti yang selalu dilakukan Fara (24), seorang model merangkap DJ disebuah klub ternama di Jakarta selata.’’ Karena tuntutan profesi, mau tak mau saya jadi hidup seperti kalong. Pagi tidur dan malamnya sibuk beraktivitas. Fashion show dan acara nge - DJ itu kan pada umumnya dilakukan di malam hari, sehingga saya biasanya baru tiba dirumah sekitar jam 2 pagi. Makanya, ngga heran dong kalau saya baru bangun tidur sekitar jam 11 dan langgsung ngge- brunch setelahnya,’’ ujar Fara. Tapi, bukan hanya bukan Fara yang bisa menikmati brunch setiap hari. Jadwal makan diantara dua waktu makan ‘wajib’—yang dikenal dengan sebutan snack atau makanan selingan, pada dasarnya merupan bagian dari anjuran pola makan sehat sehari- hari. Ditinjau dari segi waktu, menyantap brunch juga berarti menyantap makanan selingan di sela - sela  dua jadwal makan regular. Bedanya, pada brunch, porsi makanan yang dikomsumsi pada  umumnya lebih besar dibandingkan pada porsi makanan selingan. Makanya, selain mereka yang terbiasa bangun siang,  bagi mereka yang tidak perna melewatkan sarapan sekalipun, brunch juga sah-sah saja dikomsumsi sebagai makanan selingan. ’’Dua jam setelah sarapan ,tubuh kita akan memgalami penurunan kadar  glukosa darah. Penurunan pada gula darah dan kondisi lambung yang telah kosong ini menyebabkan kita merasa lapar. Dalam keadaan demikian, kita harus makan sesuatu supaya kadar gula darah kembali stabil,’’ kata dr. Lucy. Apa yang akan terjadi kalau kita bersikeras mengulur-ulur waktu makan hingga tiba jadwal makan siang?’’ kalau dibiarkan saja, kadar gula  darah yang turun itu bisa mendatangkan  perasaan lemas, pusing dan menggangu kemampuan kita berkonsentrasi,’’ dr. Lucy menjelaskan. Itu sebabnya, jangan heran jika kita cenderung lekas mengantuk ataupun tidak menyambung ketika kita mendengarkan penjelasan dosen menjelang siang, pada saat perut sudah mulai berontak minta diisi.

NGGAK BIKIN GEMUK, ASAL PORSINYA TEPAT
Kalau begitu, apa menu brunch yang ideal dikomsumsi? Menurut dr. Lucy, sebenarnya menu yang disantap saat brunch itu kurang lebih sama saja dengan menu sarapan. Hanya saja, porsinya disesuaikan dengan kebutuhan. Bagi mereka yang tidak sempat sarapan, porsi brunch tentunya sama besarya dengan porsi sarapan,meskipun tetap lebih kecil dibandingkan porsi makan siang.
‘’untuk menu brunch, kita bisa memilih makanan sumber kabohidrat seperti roti atau pancakes, ditambah lauk berupa telur, sosis, serta buah dan salat. Tentu saja jenis makanan yang lazim dikomsumsi adalah yang seperti demikian, karena brunch pada awalnya memang berasal dari Negara barat. Tapi, selain makanan ala barat, masih banyak pula alternative lainnya sesuai selera. Disum, bubur ayam, atau beraneka menu makan pagi khas Indonesia, seperti nasi goreng dan nasi gudeg juga bisa menjadi pilihan, “ kata dr. Lucy.
Indri (23), seorang maha siswi di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta barat, sengaja memilih menu brunch yang agak ‘berat’ karena di pagi hari ia biasanya berburu-buru berangkat dari rumah untuk mengajar jadwal kuliah pagi. Karena tidak ingin terjebak macet, Indri ‘merelakan’ waktu sarapannya dipangkas habis-habisan dan hanya sempat menyambar selembar roti atau sebatang pisang untuk makan pagi.
“karena sarapannya kurang memuaskan, saya dan teman-teman biasanya nge-brunch di sela-sela jadwal kuliah. Menunya apa saja, tergantung mood pada saat itu. Bisa nasi goreng, mie ayam, ketupat sayur, pasta dan sebagainya. Kalau perut tidak cukup kenyang, waduh, bisa-bisa saya gelisah ketika mengikuti kuliah. Boro-boro bisa mengikuti pelajaran, yang ada saya memikirkan makanan apa yang akan diincar pada saat jam makan siang nanti,” ungkap Indri.
Makanya, asalkan bisa menakar porsi yang tepat dan memilih menu yang ideal, tak perlu bersusah-payah menahan diri untuk tidak nge-brunch hanya gara-gara takut berat badan melambung karenanya. Tak perlu pula ‘puasa’ sarapan atau melewatkan jadwal makan siang dengan alasan sudah melakukan brunch sebelumnya. Pasalnya, memenuhi jadwal makan 3 kali sehari, ditambah menyantap makanan selingan di antaranya, merupakan bagian dari pola makan sehat yang dianjurkan oleh para pakar kesehatan.
          “Risiko gemuk tidak ditentukan oleh kebiasaan melakukan brunch atau tidak saja. Tetapi ditinjau dari berapa total jumlah kalori yang dikonsumsi dalam satu hari. Jumlah tersebut mesti sama besar apabila dibandingkan dengan aktivitas fisik. Atau, lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas  fisik bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan, kalau memang merasa lapar, tak perlu mati-matian menahan diri untuk tidak makan. Melewatkan jadwal makan tetapi kemudian ngemil berlebihan karena lapar malah amat berisiko menbuat badan kita lebih gemuk,’’ tambah dr. Lucy lagi.
Majalah SHAPE JUNI 2010 / 55 (Dian Wisudani)

No comments:

Post a Comment