Acara hang out bakal lebih seru kalau
dilakukan sambil nge-brunch.
Tapi, jika terlalu sering, kira-kira bisa bikin badan kita cepat melar, nggak yah?
Aktivitas brunch saat ini sedang ‘naik daun’ mau itu dilakukan di hari libur sambil hang out bareng teman-teman ataupun sebagai kegiatan selingan untuk
menunggu jadwal kuliah berikutnya. Sekarang ini juga banyak kafe dan restoran
yang menawarkan paket menu brunch
yang menggiurkan! Mulai dari menu ala barat seperti omelet, hidangan bergaya
oriental semacam dimsum hingga masakan local berupa nasi goreng atau bubur
ayam.
Masalahnya,
berhubungan kebiasaan brunch ini
sebenarnya diadopsi dari kultur penduduk di luar negri, benar nggak sih kalau
melakukan brunch itu baik buat tubuh
kita-kita? Apakah sering-sering nge-brunch bisa bikin badan kita mudah
membengkak? Lalu, bisa atau tidak ya, brunch
itu dinikmati untuk menggantikan sarapan ataupun makan siang? Baca artikel ini
jika anda tahu jawabannya!
BERAWAL DARI
PESTA BERBURU mau tau asal usul brunch?
Kalau mau iseng-iseng mengintip kamus Oxford English Dictionary, istilah brunch yang merupakan kombinasi kata
breakfast (sarapan), adalah kegiatan yang menggabungkan aktivitas makan pagi
dan makan siang di dalam satu waktu. Kegiatan brunch atau bruncheon,
yang sudah tercatat dalan sejarah lebih dari 100 tahun yang lalu ini juga
dikenal dengan istilah late morning
breakfast atau early afternoon mel,
yang biasanya dilangsungkan sekitar pukul 10.00 pagi.
Meski banyak di
antara kita yang menganggap tradisi brunch
dating dari amerika, sebenarnya brunch
lebih dulu popular di Inggris, kira-kira pada periode 1890-an. Acara
makan-makan ini merupakan bagian dari keseharian masyarakat Inggris yang
senang berkumpul bersama keluarga di akhir
pekan untuk berburu. Dalam tradisi pesta berburu ini, tuan rumah menyajikan
makanan sebagai kudapan bagi para pemburu sebelum mereka berangkat ke hutan.
Setelah para pemburu pulang, brunch
dilanjutkan lagi dengan menyajikan menu masakan yang diolah dari hasil buruan
yang bisa dibawa pulang.
Seiring
perkembangan waktu, tradisi brunch
bukan hanya dilakukan pada pesta berburu. Tetapi juga pada setiap hari minggu,
ketika pada keluarga di sana meliburkan para pelayan rumahnya. Sebelum
meninggalkan rumah, pagi - pagi sekali sang pelayan sudah menyiapkan hidangan yang
tetap lezat disantap dengan keadaan dingin (cold
items) seperti roti, keju, sosis,
ham dan lain - lain, di atas meja makan. Hidangan tersebut bisa disantap oleh
seluruh anggota keluarga sewaktu-waktu, tanpa mengikuti jadwal makan pagi, siang
ataupun malam. Di Amerika brunch baru
mulai dikenal pada sekitar tahun 1930-an. Konon untuk pertama kalinya, menu brunch disajikan di restoran pump room
di Chicago’s Ambassador Hotel. Berhubung banyak perminatnya, restoran -
restoran lain ikut menawarkan menu serupa pada pengunjung. Bagi mereka yang
tidak berminat pergi ke restoran, brunch
mulai sering diadakan di rumah-rumah dengan menu bervariasi, sesuai selera masing-masing. Menu yang diminati adalah
beraneka olahan telur seperti omelet
dan scrasmbled egg, muffin serta pancake. Bagaimana dengan di Indonesia? Meski belum ditemukan
catatan mengenal persisnya kegiatan brunch
mulai dikenal orang, yang jelas semenjak tahun 1990-an paket menu bruch mulai
bisa ditemukan di restoran-restoran hotel berbintang lima. Sekarang, brunch sudah bukan lagi kegiatan
eksekutif. Sudah banyak rumah makan biasa di kota-kota yang besar menyajikan
menu bruch, terutama dihari libur dan sepanjang akhir pekan, yang diperuntukkan bagi berbagai kalangan dan
seluruh rentang usia. Mulai dari meeting yang dihindari oleh para professional
muda, ajang temu kangen sahabat lama, arisan, hang out dengan geng di kampus, sampai acara rekreasi keluarga,
semuanya bisa dilakukan sembari menikmati brunch
ditempat-tempat makan favorit.
IDEAL ORANG YANG HOBI BANGUN SIANG
Berhubung sudah
menjadi bagian dari gaya hidup, lantas apa betul jadwal makan
Brunch itu sekarang bisa disejajarkan
dengan sarapan, makan siang, makan malam? Menurut dr Luciana B. Sutanto,M.S., spesialis
gizi klinis yang juga penulis gizi wanita aktif, jika dikaitkan dengan segi
waktu brunch itu ideal bagi mereka
yang terbiasa bangun siang – misalnya karena bekerja lembur atau terbiasa
belajar hingga larut malam, sehingga melewatkan jadwal sarapan. ‘’Menunggu waktu makan berikutnya yang masih
lama untuk mengganjal perut yang kelaparan bisa membuat kita tubuh kita
tersiksa. Bukan hanya membuat asam lambung meningkat dan memicu munculnya
gejala sakit maag, kemungkinan besar kita juga akan melakukan aksi ‘balas
dendam‘ dengan makan dalam jumlah banyak pada saat makan siang. Maka itu,
solusi yang paling baik dengan menyantap makanan diantara makan pagi dan siang
atau brunch,‘’ lanjut dr Lucy.
Misalnya seperti yang selalu dilakukan Fara (24), seorang model merangkap DJ
disebuah klub ternama di Jakarta selata.’’ Karena tuntutan profesi, mau tak mau
saya jadi hidup seperti kalong. Pagi tidur dan malamnya sibuk beraktivitas. Fashion show dan acara nge - DJ itu kan
pada umumnya dilakukan di malam hari, sehingga saya biasanya baru tiba dirumah
sekitar jam 2 pagi. Makanya, ngga heran dong kalau saya baru bangun tidur
sekitar jam 11 dan langgsung ngge- brunch
setelahnya,’’ ujar Fara. Tapi, bukan hanya bukan Fara yang bisa menikmati brunch setiap hari. Jadwal makan
diantara dua waktu makan ‘wajib’—yang dikenal dengan sebutan snack atau makanan selingan, pada
dasarnya merupan bagian dari anjuran pola makan sehat sehari- hari. Ditinjau
dari segi waktu, menyantap brunch
juga berarti menyantap makanan selingan di sela - sela dua jadwal makan regular. Bedanya, pada brunch, porsi makanan yang dikomsumsi
pada umumnya lebih besar dibandingkan
pada porsi makanan selingan. Makanya, selain mereka yang terbiasa bangun siang,
bagi mereka yang tidak perna melewatkan
sarapan sekalipun, brunch juga
sah-sah saja dikomsumsi sebagai makanan selingan. ’’Dua jam setelah sarapan
,tubuh kita akan memgalami penurunan kadar
glukosa darah. Penurunan pada gula darah dan kondisi lambung yang telah
kosong ini menyebabkan kita merasa lapar. Dalam keadaan demikian, kita harus
makan sesuatu supaya kadar gula darah kembali stabil,’’ kata dr. Lucy. Apa yang
akan terjadi kalau kita bersikeras mengulur-ulur waktu makan hingga tiba jadwal
makan siang?’’ kalau dibiarkan saja, kadar gula
darah yang turun itu bisa mendatangkan
perasaan lemas, pusing dan menggangu kemampuan kita berkonsentrasi,’’
dr. Lucy menjelaskan. Itu sebabnya, jangan heran jika kita cenderung lekas
mengantuk ataupun tidak menyambung ketika kita mendengarkan penjelasan dosen
menjelang siang, pada saat perut sudah mulai berontak minta diisi.
NGGAK BIKIN GEMUK, ASAL PORSINYA TEPAT
Kalau begitu,
apa menu brunch yang ideal dikomsumsi?
Menurut dr. Lucy, sebenarnya menu yang disantap saat brunch itu kurang lebih
sama saja dengan menu sarapan. Hanya saja, porsinya disesuaikan dengan
kebutuhan. Bagi mereka yang tidak sempat sarapan, porsi brunch tentunya sama besarya dengan porsi sarapan,meskipun tetap
lebih kecil dibandingkan porsi makan siang.
‘’untuk menu brunch, kita bisa memilih makanan sumber
kabohidrat seperti roti atau pancakes,
ditambah lauk berupa telur, sosis, serta buah dan salat. Tentu saja jenis
makanan yang lazim dikomsumsi adalah yang seperti demikian, karena brunch pada awalnya memang berasal dari
Negara barat. Tapi, selain makanan ala barat, masih banyak pula alternative lainnya sesuai selera. Disum,
bubur ayam, atau beraneka menu makan pagi khas Indonesia, seperti nasi goreng
dan nasi gudeg juga bisa menjadi pilihan, “ kata dr. Lucy.
Indri (23),
seorang maha siswi di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta barat, sengaja
memilih menu brunch yang agak ‘berat’
karena di pagi hari ia biasanya berburu-buru berangkat dari rumah untuk
mengajar jadwal kuliah pagi. Karena tidak ingin terjebak macet, Indri ‘merelakan’
waktu sarapannya dipangkas habis-habisan dan hanya sempat menyambar selembar
roti atau sebatang pisang untuk makan pagi.
“karena
sarapannya kurang memuaskan, saya dan teman-teman biasanya nge-brunch di sela-sela jadwal kuliah.
Menunya apa saja, tergantung mood pada saat itu. Bisa nasi goreng, mie ayam,
ketupat sayur, pasta dan sebagainya. Kalau perut tidak cukup kenyang, waduh,
bisa-bisa saya gelisah ketika mengikuti kuliah. Boro-boro bisa mengikuti
pelajaran, yang ada saya memikirkan makanan apa yang akan diincar pada saat jam
makan siang nanti,” ungkap Indri.
Makanya, asalkan
bisa menakar porsi yang tepat dan memilih menu yang ideal, tak perlu
bersusah-payah menahan diri untuk tidak nge-brunch
hanya gara-gara takut berat badan melambung karenanya. Tak perlu pula ‘puasa’
sarapan atau melewatkan jadwal makan siang dengan alasan sudah melakukan brunch sebelumnya. Pasalnya, memenuhi
jadwal makan 3 kali sehari, ditambah menyantap makanan selingan di antaranya,
merupakan bagian dari pola makan sehat yang dianjurkan oleh para pakar
kesehatan.
“Risiko gemuk
tidak ditentukan oleh kebiasaan melakukan brunch
atau tidak saja. Tetapi ditinjau dari berapa total jumlah kalori yang
dikonsumsi dalam satu hari. Jumlah tersebut mesti sama besar apabila
dibandingkan dengan aktivitas fisik. Atau, lebih kecil dibandingkan dengan
aktivitas fisik bagi mereka yang ingin
menurunkan berat badan, kalau memang merasa lapar, tak perlu mati-matian
menahan diri untuk tidak makan. Melewatkan jadwal makan tetapi kemudian ngemil
berlebihan karena lapar malah amat berisiko menbuat badan kita lebih gemuk,’’ tambah
dr. Lucy lagi.
Majalah SHAPE
JUNI 2010 / 55 (Dian Wisudani)
No comments:
Post a Comment